Culinary

Pakkat Bakar, Kudapan Unik Khas Ramadan di Labuhanbatu #PesonaRamadan2018

Tahun ini adalah kali pertama saya menjalankan ibadah Ramadan di Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, karena mendampingi suami yang bertugas di sini. Selalu ada gairah ketika berada di tempat yang berbeda dari sebelumnya. Tak ubahnya seorang kutu buku yang mendapatkan kumpulan cerpen yang siap dilahap hingga menjelang subuh.

Kuliner merupakan hal pertama yang biasanya saya buru karena ini adalah cara paling mudah dan pintu masuk untuk saya mengenal budaya tempat baru. Seperti Ramadan kali ini, saya berburu kuliner khas Ramadan di Rantauprapat, kota tempat saya tinggal sementara kini. Selain itu, perburuan kali ini juga untuk mengikuti lomba #PesonaRamadan2018 yang diadakan GenPI.co

Saya menyusuri Jalan Ahmad Yani, jalan yang sama dengan rumah dinas yang saya tinggali. Beberapa ratus meter dari rumah, saya menemukan penjual yang ramai dikunjungi pembeli. Tak seramai kerubungan pembeli gorengan di seberangnya, tapi cukup menarik perhatian.

Penasaran, saya mendekati. Penasaran lagi, saya tanya apa yang dijual, karena yang tampak adalah kayu-kayu panjang berwarna hijau yang sedang dibakar. Wow, ternyata yang dibakar adalah rotan muda, penjual menyebutnya pakkat. Saya berdiri memperhatikan orang silih berganti membeli pakkat. Pakkat bakar dijual seharga Rp. 10.000 per tiga batang. Satu batang panjangnya sekitar 40 cm.

Tak ingin hanya sekedar bertanya, saya ikut membeli pakkat. Prinsip saya, lebih baik menyesal karena membeli, daripada menyesal karena tidak membeli, hihihi. Sambil menunggu pesanan, saya memperhatikan pedagang sibuk membolak balik pakkat dan mengatur bara api, sesekali wajahnya mengernyit menahan panas. Tidak lama, tiga batang pakkat bakar yang telah dikupas dan sebungkus kecil bumbu diberikan pada saya.

Dihidangkan dengan cara dipotong kecil dan dinikmati dengan bumbu pelengkap

Jangan membayangkan pakkat seperti rotan yang keras ya. Pakkat muda bertekstur lentur dan lembut. Rasanya pahit dan kelat, terasa nikmat bila dicocol bumbu pelengkapnya yang merupakan campuran bawang merah, bawang putih, jahe, cabai rawit dan serutan kayu balakka.

Menurut Raja Adil, seorang teman asli Sumatera Utara yang suka banget makan pakkat, pakkat bakar merupakan makanan khas Labuhanbatu dan hanya dapat dijumpai saat Ramadan. Awalnya pakkat bakar bukanlah makanan yang hanya ada pada bulan puasa. Dulu, pakkat dengan mudah dapat ditemukan di Labuhanbatu dan sekitarnya. Bahkan kabupaten ini dikenal sebagai penghasil rotan di Sumatera Utara. Kini, pakkat semakin langka karena perluasan wilayah perkebunan dan pemukiman. Keterbatasan sumber daya menjadikan pakkat hanya dipanen saat Ramadan karena kebutuhan akan pakkat lebih tinggi saat bulan puasa, harganya pun menjadi meningkat. Pakkat tidak hanya dimakan sebagai lalapan, tapi juga menjadi bumbu pelengkap masakan, seperti holat, makanan raja-raja di Sumatera Utara.

Betul, kan? Dari kuliner, saya bisa mengenal sedikit budaya suatu daerah.

Ingin mencoba kuliner unik ini? Ke Rantauprapat, yuks. Kota yang berjarak 288 km dari Medan, Ibu Kota Sumatera Utara, ini dapat dicapai dengan kereta api dari stasiun Medan ke Stasiun Rantauprapat dengan waktu tempuh 6 jam perjalanan atau 7-8 jam jika menggunakan mobil. Kota ini juga memiliki hotel dengan fasilitas memadai yang dapat dipesan melalui applikasi pemesanan hotel secara online. Fasilitas umum lainnya, seperti rumah ibadah, rumah sakit dan minimarket dapat kita jumpai dengan mudah.

You may also like...

1 Comment

  1. Avatar
    Dipa says:

    Itu kok bisa disebut namanya Pakkat gimana? Mungkin ada ceritanya kah? Ulasannya cukup dah 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *